Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jauhi Kesesatan Berpikir Dalam Urusan Dunia

Yakinlah, rizki dari (taat) di jalan Allah itu lebih baik, menentramkan dan membahagiakan, meski terasa sedikit dalam hitungan kita
ATAS rahmat Allah Ta’ala, menjelang Ramadhan tahun ini sebuah kawasan prositusi terbesar di Asia Tenggara, Dolly, hasilnya ditutup.
Sungguh suatu langkah bersejarah apa yang telah dilakukan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini dan Gubernur Jawa Timur, Dr H Soekarwo tersebut. Suatu langkah benar yang semestinya didukung oleh semua makhluk berakal.
Meski gema penutupan ini disambut secara umum dikuasai umat,  beberapa media nampak dengan terang benderang mengangkat bunyi mereka yang katanya menolak penutupan Dolly. Garis besarnya satu, bahwa penutupan Dolly berarti ajal rizki bagi mereka. Logika ini sungguh sesat dan melampaui batas.
Bagaimana mungkin, insan bisa meyakini bahwa maksiat dan kesesatan ialah sumber rizkinya? Pada dikala yang sama mereka meyakini bahwa keimanan dan ketakwaan tidak akan pernah bisa mengantarkan mereka pada tingkat kehidupan (ekonomi) yang mereka inginkan?
Ini merupakan satu wujud keseatan berpikir yang mustahil terbangun melainkan oleh orang yang memang telah menikmati kebiasaan jelek sebagai sebuah kesenangan. Dalam kepala orang yang demikian orientasinya hanya satu bagaimana mengumpulkan uang banyak titik.
Apakah itu melanggar hukum, melecehkan kemanusiaan, merusak tatanan sopan santun kehidupan dan bahkan menghancurkan generasi masa depan, sama sekali itu tidak menjadi beban pikirannya.
Nah, kadang kala, insan sering menganggap benar yang salah pada dikala muncul kecintaan yang sangat berpengaruh terhadap dunia, sehingga muncullah niat yang salah, lalu demi membenarkannya, muncul aneka macam macam istilah yang dimaksudkan menjadi senjata dari kesesatan pikirnya. Na’udzubillah, sebagai Muslim kita harus menjauhi cara berpikir terlaknat menyerupai itu.
Hawa Nafsu
Apa yang menyebabkan seseorang mengalami kesesatan berpikir, tiada lain alasannya memperturutan hawa nafsu.
Syeikh Ibn Atha’illah As-Syakandari menyampaikan dalam kitabnya Al-Hikam, “Pangkal segala maksiat, kelalaian dan syahwat ialah memperturutkan hawa nafsu. Dan, pangkal dari segala ketaatan, kewaspadaan dan kesucian ialah engkau tidak ridha dengan kemauan hawa nafsu.”
Dengan kata lain, jikalau seseorang dalam kesehariannya sudah terbiasa memperturutan hawa nafsunya dengan menyenangi aneka macam macam kemaksiatan, maka sangat mustahil ia bisa berpikir logis. Sebaliknya ia akan kehilangan sifat-sifat dasar kemanusiaannya.
Mengapa demikian, alasannya jiwa raganya sudah terlampau nyaman, menikmati hasil semu dari kemaksiatan, sehingga budi dan hatinya tidak berfungsi secara normal. Inilah yang menyebabkan banyak pelaku maksiat kehilangan rasa malu. Bahkan terlihat sangat ndeso dengan menolak kebenaran yang sebenarnya sangat dibutuhkannya.
Kebutaan Hati
Apabila itu sengaja dibiarkan maka yang akan terjadi selanjutnya ialah kebutaan hati. Suatu kondisi dimana budi dan hati sudah tidak berfungsi, melainkan hanya untuk membangun argumen dan logika yang menyenangkan kebutuhan ragawinya belaka.
Di dalam Al-Qur’an, orang yang mengalami kebutaan hati tidak lagi mempunyai kemuliaan. Allah menyebutnya sebagai orang yang lebih rendah derajatnya dari hewan ternak.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sebenarnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai indera pendengaran (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf [7]: 179).
Jangan Putus Asa
Dengan demikian, sudah sepantasnya, setiap Muslim membangun niat dan tekad yang berpengaruh dalam dirinya untuk menjauhi kesesatan berpikir menyerupai diurai di atas. Apabila hati kita belum merasa tenang, tentram dan senang dalam ketaatan, dan seolah hidup masih dalam kesulitan panjang, maka jangan berputus asa dari rahmat Allah. Teruslah bersihkan hati, pasti senang akan segera tiba.
Sebab Syeikh Ibn Atha’illah dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Datangnya petolongan Allah ialah sesuai dengan persiapan, sedangkan turunya cahaya Allah ialah sesuai dengan kejernihan relung hati.”
Artinya, sebagai Muslim, kita mesti terus-menerus membersihkan hati kita dari segala sesuatu selain Allah, insya Allah, Allah akan memenuhi hati kita dengan makrifat dan aneka macam diam-diam keyakinan.
Untuk itu, sangat baik jikalau selain berupaya memperbanyak amalan ibadah, kita semua meresapi apa yang dituliskan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya Minhajul Abidin. Di dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa maksiat yang dilakukan, pada hasilnya hanya akan mendatangkan kesengsaraan dan penderitaan.
Dengan demikian, jauhilah segala macam logika sesat yang menjerumuskan kita pada jalan kedurhakaan. Karena Allah membuat insan bukan untuk menyembah kesesatan. Tetapi menetapi kebenaran dengan konsisten beribadah hanya kepada-Nya.
Yakinlah, rizki dari (taat) di jalan Allah itu lebih baik, menentramkan dan membahagiakan, meski terasa sedikit dalam hitungan kita. Dibanding, uang berlimpah dari kemaksiatan. Sebab, tiadalah ujung dari kemaksiatan, selain kebodohan da kesengsaraan hidup dunia-akhirat.
Bagaimana jikalau hati merasa dosa yang dilakukan sudah sangat besar terasa dan menghimpit rasa hati dalam dada. Tenang, kita dilarang berputus asa dari rahmat Allah. Allah Maha Pengampun dan akan mengampuni segala dosa kecuali syirik. Dan, siapa berputus asa dari rahmat Allah maka ia telah sesat sejauh-jauhnya.
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَلِقَائِهِ أُوْلَئِكَ يَئِسُوا مِن رَّحْمَتِي وَأُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka frustasi dari rahmat-Ku, dan mereka itu menerima azab yang pedih” (QS. Al-Ankabut [29]: 23).*

Sumber http://gudangislami.blogspot.com

Posting Komentar untuk "Jauhi Kesesatan Berpikir Dalam Urusan Dunia"