Yahya Schroeder, Menemukan Hidayah Ketika Sekarat
Aku tak peduli lagi dengan cederaku. Aku senang alasannya ialah Allah masih mengizinkanku untuk terus hidup.
Bila Allah SWT berkehendak dan menawarkan hidayah pada seseorang maka tak ada yang mampu menghalanginya. Dan, rencana Allah niscaya akan terlaksana. Allah berfirman, ''Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.'' (Al-Insyirah [94]:6).
Ayat ini sangat tepat disematkan pada Yahya Schroeder, cowok asal Jerman. Kecelakaan yang menimpanya dikala akan berenang, membuatnya mendapat hidayah dari Allah SWT.
''Suatu hari, ketika saya ikut dengan kawan-kawan pergi berenang. Saat akan melompat ke kolam, saya terpeleset dan jatuh tidak sempurna. Akibatnya, kepalaku terbentur pinggir bak dan punggungku retak parah. Ayahku segera membawaku ke rumah sakit,'' terperinci Yahya Shcroeder, sebagaimana dikutip islamreading.com.
Selama di rumah sakit, dokter menyarankannya untuk tidak banyak bergerak. Sebab, cedera punggungnya cukup parah dan engkel ajun bergeser. ''Nak, jangan banyak bergerak, ya. Sedikit saja salah bergerak, bisa menyebabkan cacat,'' kata dokter. Kalimat ini membuatnya makin tertekan.
Ia kemudian dibawa ke ruang operasi. Melihat kondisinya yang kritis, salah seorang temannya, Ahmir, berkata padanya, ''Yahya, hidupmu sekarang ada di tangan Allah. Ini ibarat mirip perjudian, antara hidup dan mati. Kini, kau berada di puncak kenikmatan dari sebuah pencarian. Bertahanlah, sabarlah sahabat. Allah niscaya akan menolongmu.'' Kalimat Ahmir memotivasi Yahya untuk bangun lagi dengan semangat hidup yang baru.
Operasi punggung dan luka-luka lainnya berjalan selama lima jam lebih. Yahya gres siuman sampai tiga hari kemudian. Saat terjaga, ia kesulitan menggerakkan tangannya. ''Entah mengapa, dikala itu saya merasa ibarat orang yang sangat senang di muka bumi, kendati sedang dibalut luka. Aku tak peduli lagi dengan cederaku. Aku senang alasannya ialah Allah masih mengizinkanku untuk terus hidup.''
Bahkan, ketika dokter memintanya untuk istirahat dulu di rumah sakit selama beberapa bulan, ia menolaknya. Semangat hidupnya bisa mengalahkan rasa sakit yang dideritanya. Tak lebih dari dua minggu, Yahya sudah boleh pulang, karena kerja keras yang penuh disiplin dan latihan rutin yang ia lakukan.
Ketika dokter tiba dan mengajaknya untuk latihan naik tangga, ternyata sang dokter dibentuk kaget ketika ia bisa melakukannya sendiri tanpa tunjangan orang lain.
''Kecelakaan itu telah mengubah jalan hidupku. Aku jadi suka merenung. Jika Allah menginginkan sesuatu, kehidupan seorang bisa berubah hanya dalam hitungan detik. Aku pun mulai serius berpikir wacana hidup ini dan Islam tentunya. Keinginan untuk memeluk Islam makin menjadi-jadi.
Dan, kalau itu saya lakukan, risikonya saya harus meninggalkan rumah dan keluarga yang saya cintai, serta semua kemewahan hidup yang selama ini saya jalani. Namun, tekadku sudah bulat. Aku segera pindah ke Postdam dan tinggal bersama ayahku,'' terangnya.
Kedua orang tuanya telah berpisah, dan Yahya ketika itu ikut dengan ibu dan ayah tirinya. Namun, semenjak insiden itu, ia tetapkan untuk tinggal bersama ayahnya.
Kala pindah ke Potsdam, Yahya cuma membawa beberapa lembar pakaian, buku sekolah, dan beberapa CD kesayangannya. Ia tinggal sementara di apartemen ayahnya. ''Tempatnya sangat kecil sampai terpaksa saya harus tidur di dapur. Tapi, saya bahagia, persis ibarat dikala siuman dari rumah sakit jawaban kecelakaan itu,'' paparnya.
Padahal sebelumnya, dikala masih bersama ibunya, Yahya hidup glamor dan enak. Pakaian bagus, rumah luas, mobil, makan enak, dan banyak sekali kesenangan duniawi lainnya. Ia juga suka pesta minum alkohol bersama teman-temannya sampai mabuk.
''Entahlah, dengan semua itu, saya merasa hidup tidak tenang, selalu gelisah. Kala itu pun saya berpikir untuk mencari 'sesuatu' yang lain,'' ujarnya.
Memeluk Islam
Dan, melalui ayah kandungnya yang sudah menjadi Muslim pada tahun 2001, Yahya memperlihatkan ketertarikannya untuk mempelajari Islam. Ia pun suka bergaul dengan komunitas Muslim Postdam. Ayahnya secara belakang layar memperhatikan tingkah laris Yahya. Ia menginginkan, anaknya ini mempelajari Islam secara sungguh-sungguh dan bukan ikut-ikutan. Setelah dirasa cukup mantap, Yahya alhasil memeluk agama Islam, dikala usianya menginjak 17 tahun, tepatnya pada November 2006 silam.
Begitu teman-teman sekolahnya tahu, ia memeluk Islam, sumpah serapah, caci maki, dan penghinaan ia terima dari teman-temannya yang dahulu bersamanya. Namun demikian, Yahya tak khawatir. Ia merasa sudah mantap dengan agama yang dibawa oleh Nabi Muhamamd Saw ini.
''Saat teman-temanku tahu saya telah memeluk Islam, mereka menganggap saya gila, bodoh, dan main-main. Mereka menganggap, Islam itu agama teroris, Arabisasi, suka berbuat kekerasan, mendiskriminasikan perempuan, dan lain sebagainya. Namun, saya tak membalasnya. Saya tahu, mereka melaksanakan itu alasannya ialah mereka tidak mengenal Islam dengan baik. Mereka hanya tahu dari media massa yang turut serta menyudutkan Islam,'' terangnya.
Setelah 10 bulan berjalan semenjak keislamannya, teman-temannya alhasil berubah sikap. Mereka yang tadinya usil, mulai memperlihatkan simpati bahkan bertanya wacana Islam padanya. ''Aku pun melaksanakan dakwah di kelas pada teman-temanku wacana Islam. Mereka alhasil menyadari, Islam punya hukum dan moral yang sangat baik dan teratur. Tidak berjudi, mabuk-mabukan, dan lain sebagainya,'' ungkapnya.
Sikap simpati juga ditunjukkan pihak sekolah. Yahya diberikan sebuah ruangan khusus untuk melaksanakan shalat. ''Padahal, siswa Muslim cuma saya satu-satunya,'' kata dia.
Sikapnya yang lebih santun, sopan, dan hormat, menciptakan teman-temannya makin suka bergaul dengan Yahya. Ia memosisikan dirinya sebagai seorang sahabat yang baik dan tidak memihak kelompok manapun di sekolahnya.
Sikapnya ini menciptakan ia bisa bergaul dan diterima di semua kelompok.
''Kalau di antara mereka punya acara, mereka akan mengundangku. Mereka juga menyediakan masakan halal yang diperuntukkan bagiku. Mereka benar-benar terbuka dengan Islam.''
Kini, setelah memeluk Islam, kesibukan Yahya Schroeder makin bertambah. Ia menjadi produser film, YaYa Productions di Postdam. Produksinya terutama film-film dokumenter yang mengisahkan perjalanan hidup seorang mualaf, dan kebanyakan dalam bahasa Jerman dengan terjemahan bahasa Inggris.
''Tujuanku menciptakan film ialah untuk memperlihatkan kepada kalangan non-Muslim bagaimana Islam yang sebenarnya. Jauh dari apa yang ditampilkan media selama ini. Mudah-mudahan film-film itu bisa mencerahkan pandangan mereka,'' ujar Yahya.
source Sumber http://gudangislami.blogspot.com
Posting Komentar untuk "Yahya Schroeder, Menemukan Hidayah Ketika Sekarat"